Bagian I Pertanyaan 3 Artikel 4

Artikel 4 : Apakah dalam Allah Esensi dan Keberadaan adalah Sama?

Keberatan 1 : Tampaknya dalam Allah esensi dan keberadaan tidaklah sama. Jika menjadi demikian, maka terhadap keberadaan ilahi tidak ada sesuatu pun yang dapat di ditambahkan. Sekarang suatu keberadaan yang tidak ditambahi apapun padanya adalah suatu keberadaan universal yang dipredikasikan kepada segala hal. Jika demikian maka Allah adalah suatu keberadaan dalam arti umum yang dapat dipredikasikan pada segala sesuatu. Tapi ini keliru : "Karena manusia memberikan nama dengan pemahaman tertentu pada kayu dan batu" (Keb 14: 21). Oleh karena itu keberadaan Allah tidak sama dengan esensi-Nya.

Keberatan 2 : Lebih lanjut, kita dapat mengetahui apakah Allah ada seperti yang dikatakan di atas (P [2], A[2]); Tapi kita tidak tahu "apa" Allah itu. Oleh karena itu keberadaan Allah adalah tidak sama dengan esensi-Nya---yaitu sebagai hakekat atau inti-Nya.

Sebaliknya, Hilary mengatakan (Trin. vii): "Dalam Allah keberadaan bukanlah suatu kualitas aksidental, tetapi merupakan kebenaran yang menjadikan ada (subsisting truth)." Oleh karena itu apa yang ada dalam Allah adalah keberadaan-Nya.

Aku menjawab bahwa, Allah bukan hanya esensi-Nya sendiri, seperti yang ditunjukkan dalam artikel sebelumnya, tetapi juga keberadaan-Nya sendiri. Ini dapat ditunjukkan dalam beberapa cara. Pertama, apa pun yang dimiliki oleh sesuatu selain esensinya, harus disebabkan oleh principal pokok dari esensi tersebut (seperti sebuah kelayakan yang selalu menyertai spesies---contohnya hal tertawa adalah hal yang layak bagi seorang manusia---dan disebabkan oleh principal pokok dari spesies tersebut). Yang kedua adalah disebabkan oleh agen eksterior---seperti air yang menjadi panas karena disebabkan oleh api. Oleh karena itu, jika keberadaan dari sesuatu berbeda dari esensinya, keberadaan tersebut harus disebabkan oleh agen eksterior atau oleh principal pokoknya. Sekarang tidak mungkin keberadaan sesuatu hal adalah karena disebabkan oleh principal pokoknya, karena tidak ada yang dapat menjadi penyebab dari keberadaannya sendiri, jika keberadaannya itu adalah merupakan suatu akibat. Oleh karena itu, pada suatu keberadaan yang berbeda dari esensinya, keberadaannya tersebut harus disebabkan oleh suatu keberadaan lain. Tapi keberadaan Allah tidak seperti itu; karena Allah kita sebut sebeagai kausa efisien pertama. Oleh karena itu mustahil bahwa keberadaan Allah berbeda dari esensi-Nya. Kedua, keberadaan adalah sesuatu yang membuat setiap bentuk atau hakikat menjadi aktual; karena kebaikan dan kemanusiaan dikatakan aktual, hanya jika dibicarakan tentang keberadaannya. Oleh karena itu keberadaan harus dibandingkan dengan esensi, jika esensi adalah sebuah realitas yang berbeda dari keberadaan, seperti aktualitas dibandingkan dengan potensialitas. Oleh karena itu, karena dalam Allah tidak ada potensialitas, seperti yang ditunjukkan di atas (A[1]), maka di dalam Dia esensi tidak berbeda dari keberadaan. Oleh karena itu esensi-Nya adalah keberadaan-Nya. Ketiga, karena, seperti yang telah terbakar oleh api, tetapi tidak api itu sendiri, adalah ada dalam api karena keikutsertaan; sehingga ikut ada tetapi bukan keberadaan itu sendiri, adalah suatu keberadaan karena keikutsertaan. Tetapi Allah adalah esensi-Nya sendiri, seperti yang ditunjukkan di atas (A[3]) oleh karena itu, jika Ia bukan keberadaan-Nya sendiri maka Ia bukan ada secara esensial, tapi ada karena ikut serta. Jika demikian, maka Ia bukanlah keberadaan yang pertama---yang adalah absurd. Oleh karena itu Allah adalah keberadaan-Nya sendiri, dan bukan hanya sekedar esensi-Nya sendiri.

Tanggapan terhadap Keberatan 1 : Sesuatu yang tidak tertambahi apapun ke dalamnya dapat menjadi dua jenis. Yang pertama adalah sesuatu yang esensinya memang tidak bisa ditambahi, contohnya, adalah esensi dari binatang irasional yang kedalamnya tidak bisa ditambahi sifat rasional. Jenis yang kedua adalah suatu esensi yang tidak memerlukan apapun untuk ditambahkan padanya, jadi genus binatang adalah tanpa sifat rasional, karena secara umum bukanlah esensi dari binatang untuk memiliki sifat rasional. Maka ke dalam keberadaan ilahi tidak dapat ditambahi apapun, sedangkan dalam keberadaan universal tidak perlu ditambahi apapun.

Tanggapan terhadap Keberatan 2 : "Ada" dapat berarti salah satu dari dua hal. Ini mungkin berarti tindakan dari esensi, atau mungkin berarti komposisi proposisi yang dilakukan oleh pikiran dalam mengenakan suatu predikat pada suatu subyek. Dalam artian “ada” yang pertama, kita tidak dapat memahami keberadaan Allah ataupun esensi-Nya; tapi kita hanya memahaminya dalam pengertian kedua. Kita tahu bahwa proposisi “Allah ada” adalah benar, dan ini kita ketahui dari efek-Nya (P [2], A [2]).